Kupalingkan pandanganku ke arah
penjual jamu yang lewat di depan rumahku. Setelah penjual itu tak
terlihat lagi aku terus menundukkan kepalaku dan memandang lantai yang
bermotif awan itu. Tapi yang ada semakin membuatku kacau saja. Perlahan
aku pun berusaha untuk memandang target yang berada di depanku. Ternyata
dia juga memalingkan pandangan ke arah jendela. Syukurlah, jadi aku tak perlu salah tingkah lagi seperti saat dia menatapku.
Mungkin itu salah satu cara untuk menetralkan perasaannya yang sedang kacau. Namun tak lama
kemudian dia pun beralih lagi ke arahku dan tatapanku langsung
tertangkap olehnya. Spontan aku menjadi bingung harus melarikan
pandannganku ke arah mana, padahal aku tak ada maksud untuk menatapnya
lebih lama. Hanya saja dia yang terlalu cepat mengubah pandangannya.
Mau tidak mau aku pun harus
menunggu kata-kata yang akan keluar dari lisannya. “Tolong lepaskan
aku.” Itulah serangkaian kata yang aku dengar.
Tapi dengan bodoh aku malah pura-pura tidak mendengarnya dengan jelas. “Hah, maksudnya apa?”
Sambil mengerutkan dahi dengan gaya seperti orang yang sedang berpikir
kritis. Padahal dalam hati aku sudah mulai kacau dan aku tidak bisa
berpikir dengan jernih.
Tanpa menunggu lebih lama dia pun berkata, “Lepaskan aku untuk sementara, aku rasa sudah cukup dulu sampai di sini.”
Aku berharap dia salah berbicara
dan akan meralat perkatannya. Tapi setelah beberapa saat kutunggu, tak
ada kata yang terucap lagi. Sungguh aku tak bisa beripikir jernih. Semua
menjadi terasa lebih kacau, rasa tak percaya, marah, ingin menangis,
dan sakit hati. Semua beradu menjadi satu seperti sup buah yang selalu
aku idamkan saat panas terik.
Aku pun tak tau harus berkata apa
untuk menanggapi pernyataan itu. Aku juga tak tahu harus kata mana dulu
yang harus aku keluarkan. Yang ada aku hanya termenung dan menunduk
dengan memasang wajah yang murung. Keadaan seperti ini sebenarnya malah akan membuatku mengeluarkan air
mata. Akhirnya aku berusaha untuk menegakkan posisi kepalaku. Dan
lagi-lagi aku malah memalingkan pandangan ke arah sudut meja yang
berbentuk persegi panjang itu. Menyebalkan sekali. Padahal aku
seharusnya sudah berbicara sejak tadi, bukan bertindak seperti orang
bisu begini. Aku tetap harus bicara.
“Jadi kau bermaksud untuk
mengakhiri semuanya dan pergi dari hidupku?” Itulah kalimat pertama yang
keluar dari lisanku. “Kalau memang ini maumu tidak apa-apa. Pergilah ke
mana saja kau mau, carilah orang lain yang lebih baik dari aku”
Aku sangat sadar, bukan ini yang
ingin aku bicarakan. Tetapi tentang alasan mengapa dia bilang begitu.
Keruh sudah pikiranku. Aku terlalu emosi dan tidak bisa mengontrolnya.
Sepertinya dia paham akan sikapku yang terlihat kacau ini.
“Bukan begitu maksudnya. Aku rasa
kita perlu waktu untuk mengintrospeksi diri kita masing-masing. Banyak
hal yang selama ini sudah melampaui batas
dan tidak sejalan seperti yang seharusnya. Sehingga akhir-akhir ini
kita sering bertengkar hanya karena masalah kecil. Ini butuh waktu untuk
memperbaiki semuanya”
Bagitulah maksud kata-katanya
tadi. Ternyata aku terlalu emosi sehingga tidak bisa berpikir positif.
Akhirnya aku pun bisa mengerti maksudnya. Kita harus berpisah untuk
memperbaiki diri lagi. Dan seperti yang dia bilang, untuk sementara
meskipun tak tahu sampai kapan dan seberapa lama.
Yang dia katakan tadi memang benar adanya. Akhir-akhir ini kita sering
bertengkar hanya karena masalah kecil. Dan aku pikir ini juga karena
sikap kita yang masih labil meskipun usia kita hampir menginjak 20
tahun. Perlahan aku pun mengangguk tanda mengerti.
“Kalau memang jodoh, pasti kita akan disatukan lagi. Hanya saja untuk sementara ini kita harus berpisah. Bye…”
Begitulah pesan terakhirnya padaku. Lalu dia bergegas keluar melalui
pintu kayu yang sedari tadi terbuka. Bukannya mengantar dia sampai depan
pintu, tapi aku masih saja duduk sambil termenung. Bahkan aku tak tahu
kapan dia pamit pulang. Yang aku tahu sekarang aku sendiri lagi. Di
ruang tamu yang dingin dan kelam ini, dia bilang “bye…” padaku.
The Day When You Say Bye
07.05 |
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar