Diberdayakan oleh Blogger.

The Day When You Say Bye

Kupalingkan pandanganku ke arah penjual jamu yang lewat di depan rumahku. Setelah penjual itu tak terlihat lagi aku terus menundukkan kepalaku dan memandang lantai yang bermotif awan itu. Tapi yang ada semakin membuatku kacau saja. Perlahan aku pun berusaha untuk memandang target yang berada di depanku. Ternyata dia juga memalingkan pandangan ke arah jendela. Syukurlah, jadi aku tak perlu salah tingkah lagi seperti saat dia menatapku.
Mungkin itu salah satu cara untuk menetralkan perasaannya yang sedang kacau. Namun tak lama kemudian dia pun beralih lagi ke arahku dan tatapanku langsung tertangkap olehnya. Spontan aku menjadi bingung harus melarikan pandannganku ke arah mana, padahal aku tak ada maksud untuk menatapnya lebih lama. Hanya saja dia yang terlalu cepat mengubah pandangannya.
Mau tidak mau aku pun harus menunggu kata-kata yang akan keluar dari lisannya. “Tolong lepaskan aku.” Itulah serangkaian kata yang aku dengar.
Tapi dengan bodoh aku malah pura-pura tidak mendengarnya dengan jelas. “Hah, maksudnya apa?”
Sambil mengerutkan dahi dengan gaya seperti orang yang sedang berpikir kritis. Padahal dalam hati aku sudah mulai kacau dan aku tidak bisa berpikir dengan jernih.
Tanpa menunggu lebih lama dia pun berkata, “Lepaskan aku untuk sementara, aku rasa sudah cukup dulu sampai di sini.”
Aku berharap dia salah berbicara dan akan meralat perkatannya. Tapi setelah beberapa saat kutunggu, tak ada kata yang terucap lagi. Sungguh aku tak bisa beripikir jernih. Semua menjadi terasa lebih kacau, rasa tak percaya, marah, ingin menangis, dan sakit hati. Semua beradu menjadi satu seperti sup buah yang selalu aku idamkan saat panas terik.
Aku pun tak tau harus berkata apa untuk menanggapi pernyataan itu. Aku juga tak tahu harus kata mana dulu yang harus aku keluarkan. Yang ada aku hanya termenung dan menunduk dengan memasang wajah yang murung. Keadaan seperti ini sebenarnya malah akan membuatku mengeluarkan air mata. Akhirnya aku berusaha untuk menegakkan posisi kepalaku. Dan lagi-lagi aku malah memalingkan pandangan ke arah sudut meja yang berbentuk persegi panjang itu. Menyebalkan sekali. Padahal aku seharusnya sudah berbicara sejak tadi, bukan bertindak seperti orang bisu begini. Aku tetap harus bicara.
“Jadi kau bermaksud untuk mengakhiri semuanya dan pergi dari hidupku?” Itulah kalimat pertama yang keluar dari lisanku. “Kalau memang ini maumu tidak apa-apa. Pergilah ke mana saja kau mau, carilah orang lain yang lebih baik dari aku”
Aku sangat sadar, bukan ini yang ingin aku bicarakan. Tetapi tentang alasan mengapa dia bilang begitu. Keruh sudah pikiranku. Aku terlalu emosi dan tidak bisa mengontrolnya. Sepertinya dia paham akan sikapku yang terlihat kacau ini.
“Bukan begitu maksudnya. Aku rasa kita perlu waktu untuk mengintrospeksi diri kita masing-masing. Banyak hal yang selama ini sudah melampaui batas dan tidak sejalan seperti yang seharusnya. Sehingga akhir-akhir ini kita sering bertengkar hanya karena masalah kecil. Ini butuh waktu untuk memperbaiki semuanya”
Bagitulah maksud kata-katanya tadi. Ternyata aku terlalu emosi sehingga tidak bisa berpikir positif. Akhirnya aku pun bisa mengerti maksudnya. Kita harus berpisah untuk memperbaiki diri lagi. Dan seperti yang dia bilang, untuk sementara meskipun tak tahu sampai kapan dan seberapa lama.
Yang dia katakan tadi memang benar adanya. Akhir-akhir ini kita sering bertengkar hanya karena masalah kecil. Dan aku pikir ini juga karena sikap kita yang masih labil meskipun usia kita hampir menginjak 20 tahun. Perlahan aku pun mengangguk tanda mengerti.
“Kalau memang jodoh, pasti kita akan disatukan lagi. Hanya saja untuk sementara ini kita harus berpisah. Bye…”
Begitulah pesan terakhirnya padaku. Lalu dia bergegas keluar melalui pintu kayu yang sedari tadi terbuka. Bukannya mengantar dia sampai depan pintu, tapi aku masih saja duduk sambil termenung. Bahkan aku tak tahu kapan dia pamit pulang. Yang aku tahu sekarang aku sendiri lagi. Di ruang tamu yang dingin dan kelam ini, dia bilang “bye…” padaku.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar