Diberdayakan oleh Blogger.

Atas Nama Cinta

Bunyi alarm membangunkanku dari lelapnya jiwa. Kubuka mataku perlahan, mengumpulkan nyawa yang masih tersisa. Hujan semalam meninggalkan hawa dingin yang begitu menyengat. Membuat enggan keluar dari balik selimut tebal yang menutupi tubuh. Menggeliat dan segera bangkit dari tempat tidur mungil di kamar. Bergegas ke sekolah tanpa mandi. Aneh bukan? Tapi memang itu yang terjadi. Kulangkahkan kaki keluar kamar dan berangkat bersama motor yang selalu setia mengantar kemanapun aku mau.
Lofin, begitulah mereka memanggilku. Aku manusia biasa yang bersekolah di SMAN 1 Dilofi. Aku tidak cantik, tapi aku bersyukur bisa merasakan anugrah Tuhan yang sangat indah. Aku juga tidak pintar, tapi aku akan selalu berusaha belajar.
Aku punya rahasia, tatapan ya dong. Entah kenapa, tatapanku selalu membuat orang lain menyangka aku naksir sama mereka. Pada malam hari apa lagi, seperti memasuki tubuh orang lain. Sang rembulan mengirim rasa PD ke jiwa hampa. Melakukan yang tak pernah kulakukan di bawah rona sang surya. Gelar ratu malam pun melekat selalu.
Udara segar sejuk terasa. Terkadang kupu-kupu menyorotkan sejuta warna indahnya. Di bawah hujan aku terdiam, tak kurasakan tetesan air menerpaku. Datangnya hujan tak dapat mengusik lamunanku tentang Dilo. Seorang cowok yang sekarang menjadi kekasihku. Adik kelas yang telah memikat hatiku. Tatapannya, mulutnya sungguh berkharisma. Seperti biasa, tatapankulah yang membawaku dekat dengannya.
Hubunganku tak berjalan semulus jalan tol. Masalah demi masalah datang menghampiri jalinan kasih yang kujalani. Aku tau, diriku tak sempurna dibanding Dilo sang cowok tenar yang digilai oleh banyak cewek. Tak habis-habisnya mereka mengerjaiku bahkan adik kelas pun tega padaku.
Terkadang aku bertanya pada hatiku. Apa aku salah mencintainya? Kalau memang dia lebih muda dariku. Apa aku bodoh akan hal ini? Aku hanya mampu bertahan dengan cinta dan rasa yang diberikan Tuhan padaku. Awalnya kukira ia hanya melintas, ternyata aku salah. Perasaan ini nyata singgah di hatiku. Aku selalu mencoba menghapus perasaan khayal ini, aku tak mau terjebak cinta anak kecil. Tapi apa daya, aku hanya manusia lemah tak bisa apa-apa.
“Cantik…” terdengar suara cowok merasuk telingaku.
Kugerakkan kepalaku dan bertanya, “Ngapain kamu kesini?”
“Kok tanya gitu sih?”
“Nggak takut ditinggal fans-fans kamu itu… aku dah males ngadepin mereka.”
Muka Dilo seketika kecut. Ia duduk di sampingku dan tersenyum menatapku. Aku benar-benar tak berdaya melihat mata itu. Tatapan begitu hangat meluluhkan hatiku. Aku sadar, aku mencintainya. Aku tak ingin kehilangan dia, meski banyak rintangan yang harus kulalui. Air mataku seketika terjatuh begitu deras membanjiri pipi merahku. Aku tak berdaya dibuatnya, begitu lemas dan ia memelukku erat.
Hari demi hari kulewati dengan ujian yang semakin lama semakin berat. Ternyata semua ini tak semudah dengan yang aku bayangkan. Memang mudah membuat prinsip tapi sangat sulit menerapkannya.
Hari ini aku bersekolah seperti biasa. Kupandangi anak-anak berlalu lalang di halaman. Segala ekspresi ada di sini, semua tercampur dalam bauran orang-orang sekitarku.
“Heh… cewek sok cantik!!!” teriak seorang cewek yang membuat anak-anak lainnya mengalihkan pandangannya padaku.
“Lo tu jangan sok cantik deh… Lo tu nggak pantes sama Dilo. Seharusnya gue yang sama dia, bukan lo!”
“Apa hak lo mengatur jodoh orang. Lo tu yang nggak pantes sama Dilo, mana mau dia sama cewek gila kayak gini. Jangan lo kira gue diem karena gue takut ya sama lo. Males banget berurusan sama lo, cewek gila!!”
Kugerakkan kakiku menjauh darinya menuju kelas.
Kulangkahkan kaki ini menuju toilet begitu mendengar bel pulang.
“Byuur”
Kusadari badanku basah kuyup terguyur air dari atas.
“Siapa lo? Keluar lo!!!”
“Hay Lofin, enak nggak?!” terkejut, ya itulah yang kurasakan. Kenapa sahabatku Nachi melakukan ini?
“Kaget ya? Gue kesal sama lo! Kenapa lo rebut Dilo dari gue?”
“Dilo? Jadi ini semua karena dia? Kamu suka sama Dilo?”
“Iya, gue udah lama suka sama dia. Tapi lo rebut dia dari gue. Gue benci sama lo..!!!” katanya berlalu, meninggalkanku dengan raut muka yang begitu geram.
“Kamu kenapa… kok nangis?” tanya Dilo panik. Entah sejak kapan ia di sini.
“Nachi… Nachi suka sama kamu. Ia marah sama aku, katanya aku rebut kamu dari dia.”
“Kenapa dia tega melakukan ini?! Dia kan sahabat kamu” Dilo tampak marah.
Dipeluknya tubuh mungilku yang lemah ini. Pelukan begitu hangat menjalar ke seluruh otot. Benar-benar tenang berada di dekapnya. Kupandangi Dilo dengan penuh cinta.
Atas nama cinta, aku akan menahan kepedihan derita akan kutepis segala bullyan. Menahan derasnya cercaan dan hinaan yang datang.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar