Pagi yang cerah, sang surya
mengintip dari balik jendelaku. Berbagi sinar dan senyumnya seakan
menyuruhku untuk cepat bangun. Semburat sinarnya menerpa wajahku yang
masih lesu. Dua tetes embun yang masih tersisa di dahan, menambah
kesejukan pagi ini.
Aku terbangun dan mengawali hariku dengan senyuman. Ku lirik jam
wekerku yang menunjukkan pukul 05.30 WIB. Aku bersiap ke kamar mandi.
Setelah semua selesai, aku mengenakan seragam putih abu-abu ku dan
bersiap ke sekolah.
Pukul 06.30, aku sampai di
sekolah. Hari ini tepat tanggal 19 Maret adalah hari ulang tahunku. “Hai
Karin..!” suara seseorang mengagetkan ku. “Karin, happy birthday
yah.. semoga tambah pinter, baik, cantik dan gak jail lagi”, ucap
Nadya. yah dia sahabat ku. Aku selalu bersamanya kemanapun aku pergi.
Dia lucu, cantik dan sangat feminim. “hhhmm.. iya makasih Nadya jelek”
ledekku. “aahh.. selalu saja, memangnya aku jelek banget ya rin..?”
Tanya nadya polos. “hahahaha.. kau ini”. Jawabku sambil mengacak-acak
rambut lurusnya.
Yah, namaku Karin, aku tinggal bersama mama
ku di sebuah rumah yang cukup besar. Ayahku meninggal sejak aku masih
berumur 5 tahun. Saat ini, hidupku cukup menyenangkan dan semua
kebutuhanku terpenuhi, semua ini berkat peninggalan ayah. Dia mewariskan
hartanya kepada aku dan mama. Tapi hal itu tak membuat ku manja dan
terlalu bersenang senang dengan harta peninggalan ayahku. Sifat ku cuek,
agak sedikit tomboy, dan katanya sih jahil.
Setelah itu kita langsung menuju kelas masing-masing. Ya,
memang kelasku dan Nadya berbeda. Dia menempati kelas XII IPA 1
sedangkan aku menempati kelas XII IPA 2. Aku duduk di kursi yang biasa
aku tempati. Sunyi, sepi, begitulah suasana pada pagi itu. Aku
membuka-buka buku yang akan aku pelajari pada hari itu. Lembar demi
lembar aku buka, berderet angka pun memenuhi otakku. Tiba-tiba kepalaku
pusing, pening dan semuanya terasa gelap. Tapi untunglah saat itu aku
tidak sampai pingsan. Memang akhir-akhir ini aku sering merasakan pusing
yang sangat hebat, tapi anehnya rasa sakit yang hampir membuatku
pingsan itu tidak bertahan lama.
Satu-persatu teman-teman sekelasku datang. Di kelas aku juga punya beberapa sahabat, mereka Andra, Leo, Ozy dan Stuart.
Yah mereka semua laki-laki. Aku rasa mereka tidak akan ingat hari
spesial ku. “ugh.. mereka pasti tidak akan mengingatnya..” gumamku dalam
hati. Seperti biasa kita bercanda bersama. Andra, dia paling lucu di
antara kita. Kekonyolannya lah yang membuat semua tertawa. Leo, dia
anaknya pintar dan berbakat dalam bidang musik. Ozy, dia keren dan
banyak teman-teman di sekolah yang menyukainya. Stuart, dia lahir di Amerika
dan pindah ke Indonesia sejak dia duduk di bangku sekolah dasar, dia
agak pendiam. Karakter kita memang berbeda tapi perbedaan itulah yang
membuat warna di hidup kita.
Krriinngg… kkrriinngg… kkrriinngg…
Suara bel pun berbunyi. Tak terasa hari ini berlalu begitu cepat. Dan memang benar sahabat-sahabat ku tak kan
ingat hari ulang tahunku. Aku bergegas melangkahkan kaki kecilku untuk
segera pulang. Tapi.. “Happy birthday karin.. happy birthday.. happy
birthday.. happy birthday Karin..”. Hah suara itu. Ternyata aku salah,
sekarang di belakangku sudah ada leo, andra, nadya, ozy dan stuart.
Mereka menyanyikan lagu ulang tahun dan berhasil membuat ku kaget.
“happy birthday Karin.. sorry yah kita telat ngucapinnya. Kita sengaja
kok ngucapin yang terakhir karena kita mau bikin kejutan buat loe.
Mungkin kita gak bisa ngasih apa-apa ke loe, tapi gue harap persahabatan
yang udah kita jalani bisa menjadi kado yang terindah di hidup loe.
Wish you all the best Karin, kita semua sayang
loe” ucap leo, dengan sebuah kue tart di tangannya. Aku terharu
mendengar kalimat yang keluar dari mulut leo. “bagi gue.. ada 2 hal yang
terindah di hidup gue.. yang pertama gue punya mama yang hebat dan yang
kedua gue udah kenal kalian semua karena kalian bagian hidup gue yang
begitu berharga. Makasih buat semuanya”. Ucap ku dan semua
sahabat-sahabatku memelukku.
Seminggu kemudian, ujian akhir semester
pun dimulai. Aku berusaha keras untuk menjadi yang terbaik. Hari
pertama berjalan dengan lancar. “hei rin… gimana tadi ujiannya?” Tanya
Leo. “eh leo.. yah Alhamdulillah lancar.” Jawabku sambil duduk di bangku
taman sekolahku bersama Leo. Beberapa menit kemudian, Ozy, Andra,
Stuart dan Nadya juga bergabung. “eh guys.. gimana nanti kalU kita
belajar bareng, gue kan agak lemot nih di bidang MTK, nanti kan kita
bisa diskusi sama leo si jago MTK..” usul Nadya. Ya, memang aku dan
Nadya agak “lemot” di bidang matematika, dan Leo lah jagonya di antara
kita ber-6. “ide bagus tuh nad..” jawab Andra dan Ozy. “gimana loe mau
kan Leo?” tanyaku, sambil berharap Leo bisa. “OK… Ok.. gue bisa kok..
eemm dimana nih nanti kita ngumpulnya?” Tanya leo. “di rumah Karin
aja.. rumah Karin kan gede tuh.. pasti bisa nampung kita semua” usul
Stuart. “boleh.. ide bagus tuh.. nanti kita kumpul jam…” Belum sempat
aku melanjutkan perkataanku, aku mulai merasa pusing bahkan hampir
pingsan. Benda cair mengalir dari hidungku, merah pekat. Seketika aku
terkejut, aku belum pernah mimisan sebelumnya. “Astaga, Karin.. kamu
kenapa?” Tanya Leo sambil memegangi tubuhku dan berusaha menghentikan
darah yang mengalir dari hidung ku. “Karin kita ke rumah sakit ya..”
ajak Nadya, Stuart, Ozy dan Andra yang khawatir dngan keadaanku. “gak
usah guys.. gue gak pa pa kok. Nad.. antar gue ke kamar mandi yah”
pintaku kepada Nadya. Aku segera membersihkan hidungku yang penuh dengan
darah. setelah itu Leo mengantarku pulang.
Sesampainya di rumah, mama
terkejut melihat wajahku yang pucat dan terdapat beberapa bekas darah
yang menempel di bajuku. “ya ampun Karin.. kamu kenapa sayang?” Tanya
mama dengan nada cemas. “gak pa pa kok ma.. Karin cuma kecapean aja”
jawabku. “tante,
tadi Karin mimisan di sekolah, kita udah ngebujuk Karin buat ke rumah
sakit, tapi Karin nolak.” Ucap Leo menjelaskan. “iya nak Leo.. makasih
ya udah nganter Karin pulang” ucap mama sambil tersenyum. “iya tante
sama-sama.. kalau gitu Leo pulang dulu tante” Leo berpamitan pulang dan
langsung menancap gas mobilnya.
Sore harinya, Stuart, Ozy, Andra,
Nadya dan Leo ke rumahku. Bukan untuk belajar bersama, tapi mereka
ingin melihat keadaanku. “hai Karin.. gimana udah baikan?” Tanya Nadya
padaku. Aku yang masih terbaring di tempat tidur segera bangkit
mensejajarkan tubuhku dengan mereka. “Iya gak pa pa kok.. gue udah
baikan nad, oh ya gue hampir lupa
nih kalau kita mau belajar bareng” jawabku sambil beranjak dari tempat
tidur dan mengambil buku-buku pelajaran. “Karin.. kita kesini bukan mau
belajar. Kita mau lihat keadaan loe, kita mau main sama loe.. mendingan
loe taruh lagi buku loe yah” jawab Leo dan meyuruhku unuk kembali ke
tempat tidur. Kita semua bercanda bersama, rasa sakitku seketika hilang.
Keadaanku sekarang lebih baik dari sebelumnya karena kedatangan mereka.
Setelah berbincang-bincang cukup lama, mereka pamit untuk pulang.
Keesokan harinya, aku bersiap
untuk pergi ke sekolah untuk melaksanakan ujian dan syukurlah selama 2
hari ujian ku lancar, tanpa ada darah dan pusing. Di hari ketiga aku
melaksanakan ujian. Aku mengerjakan berderet angka soal yang telah
menunggu untuk ku kerjakan. Tiba-tiba tangan ku sulit untuk kugerakkan,
seperti membeku. Entah apa yang kurasa saat itu. Sakit? bukan… bukan
sakit. Khawatir.. yah aku khawatir tidak bisa menyelesaikan soal-soal
ini. “Tuhan, bantu aku.. kenapa tanganku? Jika kau ingin mengambil
tanganku, jangan sekarang. Ijinkan aku menyelesaikan soal-soal ini.” Aku
berdoa dalam hati. Menenangkan pikiranku dan berusaha menggerakkan
tangan ini kembali. Ah, syukurlah.. memang kebesaran Tuhan, aku bisa
menggerakkan tanganku kembali dan segera menyelesaikan soal-soal ini.
Aku tak menceritakan kejadian
tersebut kepada siapapun. Termasuk mama dan sahabat-sahabat ku. Aku
takut, aku takut mereka terlalu khawatir akan keadaanku. Setelah bel
pulang berbunyi, aku langsung menuju tempat parkir dan segera pulang.
Aku tak berani menemui sahabat-sahabat ku, aku perlu menenangkan diri.
Setelah kejadian di taman sekolah
tersebut, aku jadi sering mimisan. Darah yang keluar pun cukup banyak.
Aku tak tahu apa yang terjadi padaku. Mama yang melihat hidungku penuh
dengan darah, sangat khawatir dan memutuskan untuk membawa ku ke Rumah
Sakit. Dia membawaku ke rumah sakit ternama di kotaku. Entah mengapa,
baru kali ini aku merasa takut untuk pergi ke rumah sakit. Perjalanan
menuju rumah sakit tidak terlalu banyak memakan waktu, sekitar 1 jam
kita telah sampai di rumah sakit tersebut. aku dan mama segera menemui
Dr. Annisa dan langsung menuju ke ruangannya. Mama mengetuk pintu “tok..
tok.. tok..”.
“iya silahkan masuk.” Suara samar-samar terdengar dari dalam ruangan.
“silahkan duduk Ibu Ambar.” Dr. Annisa mempersilahkan aku dan mama untuk
duduk. Mama dan Dr. Annisa memang cukup akrab, karena Dr. Annisa bisa
dibilang dokter keluarga kami. “dok, Karin akhir-akhir ini sering
mimisan, dan kepalanya sering pusing” mama memulai konsultasi. “Karin,
apa ada keluhan lain?” Tanya dokter annisa kepadaku. “I.. iya dok..
kemarin tangan Karin susah digerakin” jawabku gugup, karena mama tidak
mengetahui hal ini. “bu ambar sebaiknya kita periksa lebih lanjut
keadaan Karin.” Jawab dokter Annisa.
Aku menuju ruangan yang serba
berwarna putih, alat itu, aku tak tahu alat apa yang digunakan untuk
melihat isi di dalam kepalaku. Tanganku dingin, aku takut. Akhirnya
pemeriksaan ini berakhir sudah, aku diijinkan keluar dari ruangan itu.
“Bu ambar, sebaiknya kita harus bicara, Karin.. kamu keluar dulu ya,
dokter masih mau berbicara dengan mama mu” pinta Dr. Annisa. “baik dok”
jawabku singkat. Aku mencoba mendengarkan apa yang dibicarakan Dr.
annisa dengan mama, ini tentang penyakitku kenapa aku harus keluar? ada
apa sebenarnya? pertanyaan-pertanyaan itu mengantri untuk menunggu
jawaban di otakku. Aku tak bisa mendengar apa yang sedang mereka
bicarakan, suara dari dalam hanya terdengar samar-samar.
“Karin.. ayo kita pulang
sayang..” suara mama mengagetkanku. “ma, gimana sama keadaan Karin? apa
yang dokter annisa bilang ma?” tanyaku pada mama. “gak pa pa kok sayang,
Karin cuma kecapean.. Karin istirahat ya” jawab mama. Sebenarnya aku
masih penasaran apa yang terjadi, tapi ya sudahlah aku tak mau
memikirkan ini terlalu dalam.
Drrtt.. ddrrtt.. ddrrtt..
aku lirik handphoneku yang ada di sampingku.
1 message received
Karin, sekarang loe bisa gak ke taman? ada yang mau gue omongin.
LEO
“leo.. tumben dia ngajak ke taman malem-malem”, pikirku dalam hati. Aku segera membalas pesan yang dikirim Leo.
To : Leo
Ya udah, gue bisa kok. Tunggu gue
KARIN
Aku segera mengambil jaket dan
kunci mobil. “Karin mau kemana?” Tanya mama yang menghentikan langkahku.
“ini ma, Karin mau ke taman.. mau ketemu Leo” jawabku. “Karin kamu
harus istirahat, kamu harus jaga kesehatan kamu” jawab mama sedikit agak
tegas. “tapi ma, Karin udah janji sama leo, Karin udah gak pa pa kok
ma, mama tenang aja yah.. please” aku memasang muka melasku di depan
mama. Akhirnya mama mengijinkan ku untuk pergi.
“hei leo.. udah lama nunggu? sorry ya gue telat, tadi mama sempet gak ngijinin..” ucapku sambil menghampiri leo. “iya rin
gak pa pa kok, oh ya gue seneng loe datang malam ini, gue mau ngomong
sesuatu sama loe” jawab leo seraya memegang tanganku. “iya, ngomong
aja..” jawabku singkat. “Karin.. sebenernya gue suka sama loe. Selama
ini gue gak bisa ngungkapin ke loe karena gue gak mau ngerusak
persahabatan kita, dan gue takut… gue takut kalau loe tahu, loe bakal
ngejauhin gue.” Ucap leo sambil menatap mataku. Aku tak tahu harus
menjawab apa, sebenarnya aku juga suka sama dia..
“leo.. kamu sadar apa yang kamu bilang tadi? Kamu serius?” jawabku. “aku
serius rin..?” jawab leo pasti. “sebenarnya aku juga suka sama kamu…
tapi apa sahabat-sahabat kita yang lain mau nerima hubugan kita?”
jawabku ragu. “mereka pasti setuju rin, karena kita akan selalu dukung
satu sama lain, kamu inget janji kita kan?” jawab leo meyakinkan ku.
Malam itulah malam yang paling
bahagia bagiku. Aku bisa bersama orang yang aku cintai. Perasaan yang
selama ini tak pernah kurasakan setelah kepergian ayah. Hari-hari yang
aku lewati kini terasa lebih menyenangkan dengan perubahan statusku
dengan Leo. Dan kabar baiknya lagi sahabat-sahabat ku yang lain juga
mendukung hubunganku dengan Leo. Aku sangat menyayanginya, dia sebagai
pengganti sosok ayah yang selalu melindungi ku.
Semakin hari aku merasakan ada
yang tidak enak dengan tubuhku. Tanganku sering tidak bisa digerakkan
dan kepala ku menjadi sering pusing. Saat aku menanyakan penyakitku pada
mama, dia hanya diam tak mampu menjawab pertanyaanku. Hingga suatu
hari, keadaanku semakin memburuk. Wajahku pucat, darah yang keluar dari
hidungku juga semakin banyak dan tak bisa lagi dibendung. Mama membawa
ke rumah sakit dan aku harus dirawat inap. Leo dan sahabat-sahabat ku
menjengukku memberi ku kekuatan.
Hari berganti hari, mama yang
melihat kondisiku sangat sedih dan mungkin dia tak tega menyembunyikan
semua ini padaku. Ternyata selama ini aku mengidap penyakit kanker. Aku
tahu, umurku tidak akan lama lagi. Tubuhku semakin kurus, dan wajahku
pun sangat pucat. Satu-satunya jalan yang dilakukan aku harus di
cemoterapy. Sakit memang, bahkan sangat sakit. Tapi aku terus berjuang
melawan rasa sakit itu. Leo yang tahu dengan keadaanku yang sebenarnya,
semakin memperhatikanku. Aku tak tega melihatnya, aku tak mau dia punya
kekasih sepertiku. Aku mencoba memintanya memutuskan hubungan denganku,
tetapi dia tetap bersikeras untuk tetap bersamaku. Nadya, Ozy, Andra,
dan Stuart selalu meyemangatiku. “guys, kalian gak boleh sedih ya. Kalau
suatu saat nanti gue harus pergi, gue nitip mama gue. jagain dia ya
guys.” Ucapku. “Karin, kamu gak boleh ngomong gitu. Kamu harus jagain
mama kamu sendiri, kamu pasti sembuh Karin.” Jawab Nadya sambil
memelukku. “Leo, aku sayang kamu. Aku gak mau kamu terpuruk dan malu
karena punya pacar yang penyakitan kayak aku. Kamu harus cari yang lain,
kamu harus bahagia leo.” Ucapku sambil meneteskan air mataku. “enggak
rin, kamu yang bisa buat aku bahagia, hanya kamu.” Jawab leo mantap.
Aku tak tahu sampai kapan aku
akan bertahan. Aku menulis di buku harian ku, aku tak mau ada air mata,
aku hanya bisa menuliskan perasaanku di diary ku ini. Kini keadaanku
sangat memburuk. Tubuhku tak mau lagi berkompromi. Organ-organ tubuhku
menolak untuk diberi obat. Darah segar selalu mengalir dari hidungku.
rambutku sekarang juga semakin sedikit. ‘Tuhan, aku rela jika kau ambil
nyawaku sekarang’ gumamku dalam hati. Tiba-tiba semuanya gelap, aku
melihat seberkas cahaya putih disana. Mataku mulai terpejam dan… selamat
tinggal mama.
“Karin, kita menyayangimu, kenapa
kamu cepet banget ninggalin kita” ucap nadya. Aku sangat mencintaimu
rin. Dan sekarang kamu tidak perlu merasakan sakit itu lagi. “nak leo,
sebelum Karin meninggal, Karin nitip surat ini ke tante.” Ucap tante
Ambar, mama Karin. Aku membuka surat itu dengan hati-hati. Aku, Nadya,
Ozy, Stuart dan Andra membaca surat itu.
Dear my best friend
Sebelumnya terimakasih sudah memberi warna di hidupku
suatu kebahagiaan yang luar biasa mengenal kalian
aku sangat menyayangi kalian…
saat raga ini tak mampu lagi menopang tubuhku…
kalian datang untuk menopangnya
ketika tubuhku melemah, kalian datang memberi tumpuan agar aku tetap mampu untuk berpijak
saat nafas ini tak lagi bersama ku, aku ingin kalian tetap tersenyum
karena satu hal yang harus kalian tahu, aku selalu di hati kalian?
Leo, terimakasih telah memberi warna yang berbeda di hidupku
telah mengijinkan ku merasakan apa itu cinta
aku menyayangimu, mencintaimu setulus hati
dan maaf aku belum bisa memberi yang terbaik untukmu
carilah wanita yang lebih sempurna di luar sana
aku selalu di hatimu…
o iya guys, aku boleh minta 1 permintaan gak
jaga mama baik-baik yah, aku percaya kepada kalian
hanya itu permintaanku
Terimakasih..
Aku tak mampu membendung air
mataku. ‘aku janji rin, aku akan jaga tante ambar baik-baik, aku janji’
gumamku dalam hati. Aku mengantar Karin ke peristirahatan terakhirnya.
Aku yakin, dia pasti tenang sekarang, dan aku masih bisa melihat
pancaran senyumnya. ‘aku mencintaimu Karin..’ ucapku untuk yang terakhir
kalinya.
Selesai
Cinta di Akhir Cerita
06.59 |
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar